DARUSSALAM: SEJARAH DAN REFLEKSI MENUJU KEMAJUAN BANGSA
Disini kami belajar, memperkayai iman...
Disini kami belajar, mengembangkan ilmu...
Disini, di sini, di tempat tercinta
Universitas Syiah Kuala
Disini kami belajar, mengembangkan ilmu...
Disini, di sini, di tempat tercinta
Universitas Syiah Kuala
Universitas Syiah Kuala sebagai jantong hatee rakyat Aceh menjadi
tumpuan utama dan harapan masyarakat dalam mewujudkan generasi masa depan Aceh
yang bermoral, berkarakter Islami, berilmu, dan mampu mengabdikan diri pada
masyarakat Aceh dan Indonesia pada umumnya. Sebagai satu lembaga pendidikan
tinggi berbentuk perguruan tinggi negeri (PTN) yang dikelola oleh negara, Unsyiah
diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang bermutu baik dari segi karakter
maupun keilmuannya.
Bapak Proklamator negara kita, Ir.
Soekarno, pernah mempopulerkan istilah “Jasmerah” alias “Jangan sekali-kali
melupakan sejarah”. Artinya, sejarah menjadi sebuah tonggak dasar sebuah
peristiwa yang sepatutnya dikenang, dihargai, dan diingat oleh seluruh lapisan
masyarakat. Maka dalam hal ini, sepatutnya sejarah perlu menjadi sebuah poin penting
yang perlu dibahas secara khusus dalam memahami seluk-beluk satu peristiwa
dalam satu bagian kehidupan.
Hal yang sama juga terjadi pada sejarah Universitas
Syiah Kuala. Bisa dipastikan seluruh civitas akademika mengetahui bahwa Unsyiah
merupakan singkatan dari Universitas Syiah Kuala. Namun, apakah mereka tahu
siapakah Syiah Kuala yang namanya ditabalkan pada nama kampus kebanggaan rakyat
Aceh ini? Sepatutnya sebagai bagian dari kampus ini kita mengetahui sejarah dan
asal usul Universitas Syiah Kuala tercinta ini.
Siapakah Syiah
Kuala?
Mengutip artikel berjudul “Siapakah Syiah
Kuala?” pada laman web harian Serambi Indonesia (serambinews.com) dijelaskan bahwa “Pada buku sejarah "40 Tahun
Unsyiah" yang ditulis Badlimus S.H., M.Hum., Yarmen Dinamika, dan Sulaiman
Tripa dijelaskan bahwa sebutan itu adalah nama populer dari Teungku Syekh
Abdurrauf As Singkily, ulama besar Aceh berkaliber internasional. Ia lahir di
Singkil pada tahun 1615, berguru selama 19 tahun di Mesir, Mekkah, dan Madinah.
Fatwanya pula yang memperkuat kedudukan
bahwa wanita bisa menjadi pemimpin rakyat di Aceh. Selain ulama, negarawan,
ahli hukum dan pengarang, Syiah Kuala adalah pelopor pendidikan di Aceh,
terbukti dengan beberapa dayah yang dikelolanya di ibu kota Kerajaan Aceh
Darussalam pada masa itu.
Kecintaannya pada pendidikan dibuktikan
dengan komitmen dan pengabdiannya untuk tetap memimpin dayah-dayah tersebut,
sekalipun beliau telah menjadi pejabat kerajaan (Mufty Agung dan Kadhi Malikul
Adil) dan tinggal di istana kerajaan. Nama ulama dan pendidik terkemuka inilah
kemudian ditabalkan menjadi nama perguruan tinggi pertama di Aceh, Universitas
Syiah Kuala.”
Berdasarkan studi literatur yang tim
penulis lakukan di Perpustakaan Wilayah Provinsi Aceh dan beberapa artikel yang
pernah dibaca, memang terdapat beberapa versi mengenai sejarah seorang Teungku
Syekh Abdurrauf As Singkily, ada yang mengatakan bahwa ia berasal dari Persia
(karena keluarganya berlatar belakang keturunan Persia), ada pula yang mengatakan
dia bukan berasal dari Aceh melainkan berasal dari sebuah wilayah di Timur
Tengah. Namun hal ini bukanlah untuk diperdebatkan melainkan menjadi sebuah
keragaman sejarah yang wajar.
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) adalah
perguruan tinggi negeri tertua di Aceh. Berdiri pada tanggal 2 September 1961 dengan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 11 tahun 1961, tanggal 21 Juli
1961. Pendirian Unsyiah dikukuhkan dengan Keputusan Presiden Republik
Indonesia, nomor 161 tahun 1962, tanggal 24 April 1962 di Kopelma Darussalam,
Banda Aceh. Unsyiah berkedudukan di Ibukota Provinsi Aceh dengan kampus utama
terletak di Kota Pelajar Mahasiswa (Kopelma) Darussalam, Banda Aceh. Saat ini,
Unsyiah memiliki lebih dari 30.000 orang mahasiswa yang menuntut ilmu di 12
Fakultas dan Program Pasca Sarjana.
Sebagai salah satu institusi pendidikan
tinggi, Unsyiah memiliki fungsi yang sangat strategis dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia, baik untuk kebutuhan lokal, nasional maupun
regional. Sebagai universitas Jantung
Hati Rakyat Aceh yang
mengutamakan mutu, Unsyiah mengintegrasikan nilai-nilai universal, nasional,
dan lokal untuk melahirkan sumber daya manusia yang memiliki keselarasan dalam
antara IPTEK dan IMTAQ. Keseimbangan di antara keduanya menjadi komponen utama
dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, berbudi pekerti,
menjunjung tinggi etika, estetika serta berakhlak mulia (dikutip dari bagian
“Sejarah” pada laman web resmi Universitas Syiah Kuala
[http://unsyiah.ac.id/profil/sejarah]).
Lebih lanjut, sejarah
Unsyiah juga dijabarkan pada bagian “Sejarah” pada laman web resmi Fakultas
Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala
(http://feb.unsyiah.ac.id/profil/sejarah), yaitu sebagai berikut: “Pada tahun
1957, awal Provinsi Aceh terbentuk, para pemimpin pemerintahan Aceh, antara
lain oleh Gubernur Ali Hasjmy, Penguasa Perang Letnan Kolonel H. Syamaun
Ghaharu dan Mayor T. Hamzah Bendahara serta
didukung para
penguasa, cendekiawan, ulama, dan para politisi lainnya telah sepakat untuk
meletakkan dasar bagi pembangunan pendidikan daerah Aceh.
Tanggal 21 April 1958,
Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh (YDKA) dibentuk dengan tujuan mengadakan
pembangunan dalam bidang rohani dan jasmani guna mewujudkan kesejahteraan dan
kebahagiaan bagi masyarakat. YDKA pada awalnya dipimpin oleh Bupati M. Husen,
Kepala Pemerintahan Umum pada Kantor Gubernur pada waktu itu, yang kemudian
dipimpin oleh Gubernur Ali Hasjmy. YDKA menyusun program antara lain:
a. Mendirikan perkampungan
pelajar/mahasiswa di ibukota provinsi dan setiap kota kabupaten dalam wilayah
Nanggroe Aceh Darussalam.
b. Mengusahakan berdirinya satu
Universitas untuk daerah Nanggroe Aceh Darussalam.
Selaras dengan ide
tersebut, tanggal 29 Juni 1958, Penguasa Perang Daerah Istimewa Aceh membentuk Komisi Perencana Dan Pencipta Kota
Pelajar/Mahasiswa. Komisi yang dipandang sebagai saudara kandung YDKA ini
mempunyai tugas sebagai komisi pencipta, badan pemikir, dan inspirasi bagi
YDKA, sehingga komisi ini dipandang sebagai modal utama pembangunan
perkampungan pelajar/mahasiswa.
Komisi pencipta diketuai
oleh Gubernur Ali Hasjmy dan Letkol T. Hamzah sebagai wakil ketua. Hasil
karyanya yang pertama adalah menciptakan nama DARUSSALAM untuk kota
pelajar/mahasiswa, dan SYIAH KUALA untuk Universitas yang didirikan. Seterusnya
berbagai usaha dilakukan oleh YDKA bersama Komisi Pencipta untuk mewujudkan
pembangunan Darussalam dan Universitas Syiah Kuala.
Tekad pemerintah dan
rakyat Aceh untuk membangun kembali dunia pendidikan Aceh, telah terpatri
dengan kokoh di dalam dada, sehingga setahun kemudian, pada tanggal 17 Agustus
1958 telah dilangsungkan upacara peletakan batu pertama kota pelajar/ mahasiswa
(KOPELMA) Darussalam oleh Menteri Agama K.H. Mohd. Ilyas atas nama pemerintah
pusat, seminggu kemudian diikuti dengan peletakan batu pertama pembangunan
gedung di Darussalam yang dilakukan oleh Menteri PDK Prof. Dr. Priyono.
Pada pembukaan dan
peresmian Kopelma Darussalam, Presiden Soekarno menyatakan bahwa Darussalam
sebagai pusat pendidikan daerah Aceh adalah lambang iklim damai dan suasana
persatuan, hasil kerja sama antara rakyat dan para pemimpin Aceh, serta sebagai
modal pembangunan dan kemajuan daerah Aceh khususnya, dan Indonesia umumnya.
Sejarah telah membuktikan
bahwa tekad bulat telah mewujudkan cita-cita menjadi kenyataan, dan kenyataan
ini telah diabadikan dalam guratan pada Tugu Darussalam melalui tulisan tangan
seorang pemimpin negara.
Mulai saat itu, semua
komponen rakyat Aceh ikut mencurahkan pikiran dan tenaga serta bekerja bahu
membahu dalam membangun Darussalam sehingga berdirinya Universitas Syiah Kuala.
Polisi, tentara, pegawai, anak sekolah, rakyat di sekitar perkampungan
Darussalam, turut serta bergotong royong dengan penuh keikhlasan untuk
mendirikan dan menyumbangkan tenaga bagi pembangunan Darussalam, yang dipandang
sebagai “Jantung Hati Rakyat Aceh”.
Cikal bakal Unsyiah yang
dimulai dari Fakultas Ekonomi yang tidak lain adalah bagian dari Universitas
Sumatera Utara, dilanjutkan dengan pembentukan Fakultas Kedokteran Hewan dan
Ilmu Peternakan pada tahun 1960. Unsyiah, sebagai sebuah universitas secara resmi
baru dinyatakan pada tanggal 21 Juni 1961 melalui SK Menteri PTIP No. 11 Tahun
1961 dan pengesahannya melalui Keputusan Presiden No. 161 tanggal 24 April
tahun 1962. Bersamaan dengan SK pembukaan Unsyiah, maka dibuka pula Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat.
Pengembangan Unsyiah
dilanjutkan dengan pendirian Fakultas Teknik, Fakultas Pertanian, Fakultas
Kedokteran, Fakultas MIPA, dan FISIPOL. Selain sembilan Fakultas dengan jenjang
Strata 1 tersebut, hingga saat ini Unsyiah telah memiliki program profesi untuk
dokter dan dokter hewan, program diploma 3 (D-III) Fakultas Ekonomi, Fakultas
Teknik, Fakultas MIPA, program diploma 2 (D-II PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, program S1 Ekstensi Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas
Teknik dan Fakultas Pertanian, serta kelas paralel S1 FKIP.
Selain itu, Universitas
Syiah Kuala juga telah membuka program Pasca Sarjana (PPs) Magister Ilmu
Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP), Magister Manajemen (MM), Konservasi
Sumber Daya Lahan (KSDL), Manajemen Pendidikan (MP), dan Magister Teknik (MT).
Pada tahun ajaran 1998/1999, Universitas Syiah Kuala telah menerima mahasiswa
baru untuk Program Doktor (S3) dalam bidang ilmu ekonomi”.
Menuju
Aceh Berpendidikan Tinggi
Dalam
rangkaian rencana usaha pemulihan keamanan, pembangunan pendidikan, termasuk
pendidikan tinggi, ditempatkan pada garis terdepan sekali. Dua orang tokoh yang
pernah hidup dalam tiga zaman, Syamaun Gaharu dan A. Hasjmy, yang selama zaman
pendudukan militer Belanda telah bergelimang dalam dunia pendidikan,
memprakarsai dan mempelopori pembangunan Kampus Darussalam, dalam kampus mana
kemudian dibina dua buah lembaga Pendidikan Tinggi: Universitas Syiah Kuala dan
Institut Agama Islam Negeri Jami’ah Ar Raniry.
Cita-cita
dan hasrat yang mendorong pembangunan Kampus Darussalam, terjelma dalam piagam
pembangunannya yang juga memuat cita-cita dan tujuan Darussalam:
“Darussalam bertujuan membina Manusia Pancasila yang
berjiwa besar, berpengetahuan luas dan berbudi luhur; Manusia Idealis yang
melandaskan cita-cita dan amal baktinya atas ilmu pengetahuan dan akhlak mulia.
Pembangunan Darussalam didasarkan atas kekuatan rakyat
dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Penamaannya dengan “Darussalam”, yang
berarti masyarakat aman damai dan adil makmur, erat sekali hubungannya dengan
cita-cita yang mendahului pembangunannya.
Presiden
Soekarno Meresmikan Unsyiah
Mantan
Gubernur Aceh periode 1993 – 2000 yang juga pernah menjabat sebagai Rektor
Unsyiah, Prof. Dr. H. Syamsuddin Mahmud, M.Si. dalam
buku biografinya yang berjudul “Biografi Seorang Guru di Aceh” menuturkan
mengenai Presiden RI saat itu, Ir. Soekarno, yang meresmikan Unsyiah: “Presiden
Soekarno datang lagi di Aceh pada 2 September 1959 (68 hari setelah perdamaian
RI-DI Aceh) dalam suasana kemerdekaan dan perdamaian. Konflik bersenjata sudah
mereda. Rakyat Aceh telah jenuh dengan suasana konflik, sejak Peristiwa Combok -
yang juga dikenal sebagai Revolusi Sosial,
konflik bersenjata DI Aceh-TNI, sampai pada intrik-intrik dikotomis di Aceh.
Sebaliknya, kini (saat itu) rakyat Aceh tengah bergelimang dalam tekad untuk
menciptakan untuk menciptakan suasana damai sejahtera, suasana yang darussalam, dan bertekad bulat untuk maju
ke depan dalam pagelaran pentas dunia, dimulai dari membuka cakrawala
pendidikan. Justru yang ada di dada rakyat Aceh adalah semangat kerukunan. Maka
dibangunlah Kopelma Darussalam.
Maka
sebagai simbol kehendak damai yang darussalam,
adalah Bung Karno sendiri yang datang (lagi) ke Aceh guna meresmikan Kopelma
Darussalam dan membuka Universitas Syiah Kuala dengan menuliskan prasasti di
batu besar yang berbunyi: “Tekad bulat
melahirkan perbuatan nyata Darussalam menuju kepada pelaksanaan cita-cita”.
Demikianlah pusat pendidikan umum di Aceh akhirnya terwujud. Setelah Fakultas
Ekonomi maka fakultas-fakultas lain pun menyusul. Di antaranya Fakultas
Kedokteran Hewan dan Peternakan yang diresmikan pada tanggal 17 Oktober 1960.
Setahun kemudian persisnya pada tanggal 2 September 1961 dua fakultas menyusul
lagi yakni Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, serta Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan.
Betapapun
kegiatan kampus telah dimulai sejak dibukanya perguruan tinggi itu pada 2
September 1959 namun Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu
Pengetahuan Republik Indonesia bernomor 11/1961 tertanggal 21 Juni 1961
merupakan pengesahan (pengakuan) legal lembaga pendidikan tinggi itu, sehingga
Presiden Soekarno datang untuk yang
ke sekian kalinya ke Banda Aceh guna meresmikan Universitas Syiah Kuala di Daerah Modal. Tercatat pada tanggal 27
April 1962 rombongan Presiden Republik Indonesia itu menginjakkan kaki mereka
di Lapangan Terbang Blang Bintang.
Di
Kopelma Darussalam juga dibangun Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jami’ah
Ar-Raniry berdasarkan SK Menteri Agama RI No. 89/1963 tanggal 20 September 1963.
Kampus yang lokasinya berdampingan dengan Unsyiah ini juga merupakan bagian
yang tak terpisahkan dari sejarah Kopelma Darussalam dan sekarang telah
dinaikkan statusnya menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry.”
Renungan Perjuangan
dan Cita-Cita Angkatan Darussalam
Ketika
proses pencarian data dan sumber fakta artikel ini, penulis secara kebetulan
membaca sebuah pidato berjudul “Angkatan Darussalam” yang dibacakan oleh (Alm)
Prof. A. Hasjmy yang diucapkan di kaki tugu Darussalam pada malam renungan suci
dalam rangka ulang tahun ke XV Universitas Syiah Kuala pada tanggal 2 September
1978 dan dimuat di majalah “Sinar Darussalam: Nomor Khusus Seminar
Peranan Pendidikan Tinggi 1973-1974”, lalu kami merasa tertarik pada isinya
yang cukup menyentuh, sehingga kami merasa perlu untuk menambahkan beberapa
potongan bagian penting untuk melengkapi dan menambahkan suasana pembaca saat
menikmati artikel ini, sehingga suasana sejarah dan perjuangannya semakin
kental dan menarik.
Di sini, di tempat ini,
Di bawah keagungan tugu Darussalam,
Belasan tahun yang telah lampau,
Seangkatan Ansarullah telah memadu janji,
Sepasukan Angkatan Muda telah mengucap ikrar,
Akan berjuang maju ke depan,
Menembus kegelapan,
Meninggalkan Darulharb,
Menuju Darussalam,
Hasrat dua juta jiwa
Yang tak tahan lagi derita.......
...
Dari sini, dari tempat ini,
Dari jantung hati Serambi Mekkah,
Melalui pucuk tugu yang agung ini,
Cita perdamaian dikumandangkan,
Lagu Darussalam disenandungkan,
Membahana bersama angin senja,
Menerjang bersama gelombang lautan,
Menyayup kudus memasuki relung-relung hati,
Melintasi kota dan desa,
Merayapi lembah-lembah rendah,
Menelusuri daratan-daratan tinggi,
Memasuki segala dada,
Melunakkan hati yang murka,
Menjinakkan kuda-kuda liar,
Mengekang binatang jalang,
Menyemai bibit-bibit damai.......
Dari jantung hati Serambi Mekkah,
Melalui pucuk tugu yang agung ini,
Cita perdamaian dikumandangkan,
Lagu Darussalam disenandungkan,
Membahana bersama angin senja,
Menerjang bersama gelombang lautan,
Menyayup kudus memasuki relung-relung hati,
Melintasi kota dan desa,
Merayapi lembah-lembah rendah,
Menelusuri daratan-daratan tinggi,
Memasuki segala dada,
Melunakkan hati yang murka,
Menjinakkan kuda-kuda liar,
Mengekang binatang jalang,
Menyemai bibit-bibit damai.......
...
Kini, di tempat ini,
Di kampus Darussalam, lambang kerukunan,
Di Lembah Krueng Aceh yang penuh sejarah,
Putera-putera pilihan sedang berjuang,
Membina hari depan yang gemilang,
Membuat sejarah masa datang,
Mata rantai sejarah masa lalu,
Membangun tamadun di Bumi Iskandar Muda,
Pusaka untuk angkatan yang akan tiba,
Mencetak pemuda-pemudi pejuang,
Yang berjiwa besar,
Berpengetahuan luas,
Berbudi luhur,
Penerus cita-cita.......
Di kampus Darussalam, lambang kerukunan,
Di Lembah Krueng Aceh yang penuh sejarah,
Putera-putera pilihan sedang berjuang,
Membina hari depan yang gemilang,
Membuat sejarah masa datang,
Mata rantai sejarah masa lalu,
Membangun tamadun di Bumi Iskandar Muda,
Pusaka untuk angkatan yang akan tiba,
Mencetak pemuda-pemudi pejuang,
Yang berjiwa besar,
Berpengetahuan luas,
Berbudi luhur,
Penerus cita-cita.......
Lihat di sana,
Di bawah lindungan tugu Darussalam,
Di bawah kedamaian nyiur melambai,
Angkatan Darussalam tekun belajar,
Cita-cita mereka membubung awan,
Uratnya menghunjam di bumi,
Pucuknya menjangkau langit tinggi,
Membujur lalu, melintang patah,
Derap kaki mereka teratur pasti.......
Di bawah lindungan tugu Darussalam,
Di bawah kedamaian nyiur melambai,
Angkatan Darussalam tekun belajar,
Cita-cita mereka membubung awan,
Uratnya menghunjam di bumi,
Pucuknya menjangkau langit tinggi,
Membujur lalu, melintang patah,
Derap kaki mereka teratur pasti.......
Pesan Berharga dari Sejarah Kampus Darussalam
Presiden Republik Indonesia
P E R N Y A T A A N
Dengan rasa terima kasih ke hadapan Tuhan
Yang Maha Esa saya menyatakan, bahwa pada tanggal 28 Safar 1379 (2 September
1959) telah dibuka dengan resmi di Banda Aceh:
Kota
Pelajar/Mahasiswa
D A R U S S A L A
M
Pusat Pendidikan di Daerah Aceh
Pusat Pendidikan di Daerah Aceh
Sebagai lambang iklim damai dan suasana persatuan dan kesatuan, sebagai hasil kerja sama antara rakyat dan para Pemimpin Aceh, sebagai modal pembangunan dan kemajuan bagi Daerah Aceh khususnya dan seluruh Indonesia umumnya.
Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa memberkahi Kota Pelajar/Mahasiswa Darussalam ini, agar tercapai cita-cita putra Aceh untuk membawa masyarakat Aceh kepada kemajuan dan menyiapkan putra Aceh menjadi pendukung dan pencipta kejayaan Negara Republik Indonesia.
Presiden Republik
Indonesia
d.t.o.
Soekarno
d.t.o.
Soekarno
Kita juga
tidak dapat melupakan fakta bahwa Universitas Syiah Kuala juga diresmikan
setelah terjadinya perdamaian antara pihak pemerintah Republik Indonesia dengan
para pemberontak yang tergabung dalam DI/TII wilayah Aceh di bawah pimpinan
Tgk. Daud Beureueh. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Aceh sangat menyadari
bahwa pendidikan adalah dasar terpenting dalam membangun satu daerah yang maju,
aman, dan bermartabat.
Selain
diampuninya Tgk. Daud Beureueh, adanya ide untuk membangun Universitas Syiah
Kuala oleh para sesepuh dan sikap kooperatif pemerintah pusat untuk membantu,
bahkan Presiden Soekarno pun sampai menyempatkan diri untuk meresmikan langsung
Unsyiah, membuktikan sikap nasionalisme yang sangat kuat dalam diri masyarakat
Aceh untuk mengabdi kepada bangsa Indonesia. Diharapkan sikap inilah yang harus
dipertahankan di zaman sekarang.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan
oleh Prof. Dr. Syamsudin Mahmud dalam biografinya: “Dibangunnya pusat pendidikan di Aceh
itu merupakan perwujudan dari semangat dan tekad untuk menciptakan iklim yang
damai, aman sejahtera, yang ‘darussalam’
(negeri yang sejahtera, aman dan damai) di Bumi
Iskandar Muda. Hal itu merupakan implementasi dari ‘islah akbar’ pihak-pihak
yang tadinya berseberangan pendapat, yakni antara rakyat Aceh dan pemerintah
pusat, antara Darul Islam Aceh yang dipimpin Teungku Muhammad Daud Beureueh
dengan Pemerintah RI.”
Maka dari
itu, semangat mencerdaskan generasi penerus inilah yang seharusnya menjadi
dasar pijakan setiap civitas akademika Unsyiah, baik mahasiswa, para staf
pengajar, bahkan staf administrasi sampai para petugas yang menjaga keamanan
dan kebersihan kampus dalam memaknai Darussalam itu sendiri. Marilah kita
kembali merenungi apa yang telah menjadi sebuah peninggalan berharga, yaitu sejarah
Darussalam. Marilah kita membuka dan memahami kembali lembaran sejarah kejayaan
Aceh di masa Iskandar Muda. Marilah kita merefleksikan diri sendiri, dan
memaknai apa yang seharusnya mampu dipelajari dan diambil hikmah dari
perjuangan pendirian Darussalam. Marilah kita memaknai sejarah sebagai semangat
baru untuk terus maju, terus berjuang, terus berusaha, demi masa depan Aceh,
agama, bangsa Indonesia, dan nama baik almamater kita, Universitas Syiah Kuala.
Disini di tanah Aceh
Berkumandanglah cinta...
Untuk bangsa Indonesia,
Untuk umat manusia
Dibawah lindungan Tuhan yang Esa
Dilimpahkan taufik hidayahnya
Disini, tempat tercinta...
Universitas Syiah Kuala...
DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, Syamsuddin. 2004.
Biografi Seorang Guru di Aceh: Kisah
Syamsuddin Mahmud kepada Sugiono MP. Syiah Kuala University Press. Banda
Aceh.
_____. 1981. Sejarah Pendidikan Daerah Propinsi Daerah
Istimewa Aceh. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Pusat
Penelitian Sejarah Budaya Depdikbud RI. Jakarta.
_____. 1974. Majalah Sinar Darussalam: Nomor Khusus Seminar Peranan Pendidikan Tinggi
1973-1974. YPD Unsyiah. Banda Aceh.
http://aceh.tribunnews.com/2014/06/30/siapakah-syiah-kuala-itu
http://feb.unsyiah.ac.id/profil/sejarah
Komentar
Posting Komentar