DARUSSALAM: SEJARAH DAN REFLEKSI MENUJU KEMAJUAN BANGSA

DARUSSALAM: SEJARAH DAN REFLEKSI MENUJU KEMAJUAN BANGSA
Disini kami belajar, memperkayai iman...
Disini kami belajar, mengembangkan ilmu...
Disini, di sini, di tempat tercinta
Universitas Syiah Kuala
Universitas Syiah Kuala sebagai jantong hatee rakyat Aceh menjadi tumpuan utama dan harapan masyarakat dalam mewujudkan generasi masa depan Aceh yang bermoral, berkarakter Islami, berilmu, dan mampu mengabdikan diri pada masyarakat Aceh dan Indonesia pada umumnya. Sebagai satu lembaga pendidikan tinggi berbentuk perguruan tinggi negeri (PTN) yang dikelola oleh negara, Unsyiah diharapkan mampu menghasilkan lulusan yang bermutu baik dari segi karakter maupun keilmuannya.
Bapak Proklamator negara kita, Ir. Soekarno, pernah mempopulerkan istilah “Jasmerah” alias “Jangan sekali-kali melupakan sejarah”. Artinya, sejarah menjadi sebuah tonggak dasar sebuah peristiwa yang sepatutnya dikenang, dihargai, dan diingat oleh seluruh lapisan masyarakat. Maka dalam hal ini, sepatutnya sejarah perlu menjadi sebuah poin penting yang perlu dibahas secara khusus dalam memahami seluk-beluk satu peristiwa dalam satu bagian kehidupan.
Hal yang sama juga terjadi pada sejarah Universitas Syiah Kuala. Bisa dipastikan seluruh civitas akademika mengetahui bahwa Unsyiah merupakan singkatan dari Universitas Syiah Kuala. Namun, apakah mereka tahu siapakah Syiah Kuala yang namanya ditabalkan pada nama kampus kebanggaan rakyat Aceh ini? Sepatutnya sebagai bagian dari kampus ini kita mengetahui sejarah dan asal usul Universitas Syiah Kuala tercinta ini.
Siapakah Syiah Kuala?
Mengutip artikel berjudul “Siapakah Syiah Kuala?” pada laman web harian Serambi Indonesia (serambinews.com) dijelaskan bahwa “Pada buku sejarah "40 Tahun Unsyiah" yang ditulis Badlimus S.H., M.Hum., Yarmen Dinamika, dan Sulaiman Tripa dijelaskan bahwa sebutan itu adalah nama populer dari Teungku Syekh Abdurrauf As Singkily, ulama besar Aceh berkaliber internasional. Ia lahir di Singkil pada tahun 1615, berguru selama 19 tahun di Mesir, Mekkah, dan Madinah.
Beliau meninggal di Banda Aceh pada tahun 1693 Masehi, dikebumikan di dekat muara (kuala) Krueng Aceh. Di kawasan itu pula sebelumnya ia mendirikan, mengelola, dan memimpin sebuah dayah (lembaga pendidikan setingkat perguruan tinggi). Nama tempat itulah yang ditabalkan pada dirinya dengan julukan "Syekh di Kuala". Kemenakan kandung ulama sufi terkenal Hamzah Fansury ini, sekembali dari Arab menjabat Mufty Agung dan Kadhi Malikul Adil pada masa Pemerintahan Sultanah Tajul Alam Sri Ratu Safiatuddin hingga Sultanah Sri Ratu Keumalat Syiah.
Fatwanya pula yang memperkuat kedudukan bahwa wanita bisa menjadi pemimpin rakyat di Aceh. Selain ulama, negarawan, ahli hukum dan pengarang, Syiah Kuala adalah pelopor pendidikan di Aceh, terbukti dengan beberapa dayah yang dikelolanya di ibu kota Kerajaan Aceh Darussalam pada masa itu.
Kecintaannya pada pendidikan dibuktikan dengan komitmen dan pengabdiannya untuk tetap memimpin dayah-dayah tersebut, sekalipun beliau telah menjadi pejabat kerajaan (Mufty Agung dan Kadhi Malikul Adil) dan tinggal di istana kerajaan. Nama ulama dan pendidik terkemuka inilah kemudian ditabalkan menjadi nama perguruan tinggi pertama di Aceh, Universitas Syiah Kuala.”
Berdasarkan studi literatur yang tim penulis lakukan di Perpustakaan Wilayah Provinsi Aceh dan beberapa artikel yang pernah dibaca, memang terdapat beberapa versi mengenai sejarah seorang Teungku Syekh Abdurrauf As Singkily, ada yang mengatakan bahwa ia berasal dari Persia (karena keluarganya berlatar belakang keturunan Persia), ada pula yang mengatakan dia bukan berasal dari Aceh melainkan berasal dari sebuah wilayah di Timur Tengah. Namun hal ini bukanlah untuk diperdebatkan melainkan menjadi sebuah keragaman sejarah yang wajar.

Sejarah Komprehensif Terbentuknya Unsyiah
Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) adalah perguruan tinggi negeri tertua di Aceh. Berdiri pada tanggal 2 September 1961 dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Nomor 11 tahun 1961, tanggal 21 Juli 1961. Pendirian Unsyiah dikukuhkan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia, nomor 161 tahun 1962, tanggal 24 April 1962 di Kopelma Darussalam, Banda Aceh. Unsyiah berkedudukan di Ibukota Provinsi Aceh dengan kampus utama terletak di Kota Pelajar Mahasiswa (Kopelma) Darussalam, Banda Aceh. Saat ini, Unsyiah memiliki lebih dari 30.000 orang mahasiswa yang menuntut ilmu di 12 Fakultas dan Program Pasca Sarjana.
Sebagai salah satu institusi pendidikan tinggi, Unsyiah memiliki fungsi yang sangat strategis dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, baik untuk kebutuhan lokal, nasional maupun regional. Sebagai universitas Jantung Hati Rakyat Aceh yang mengutamakan mutu, Unsyiah mengintegrasikan nilai-nilai universal, nasional, dan lokal untuk melahirkan sumber daya manusia yang memiliki keselarasan dalam antara IPTEK dan IMTAQ. Keseimbangan di antara keduanya menjadi komponen utama dalam menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, berbudi pekerti, menjunjung tinggi etika, estetika serta berakhlak mulia (dikutip dari bagian “Sejarah” pada laman web resmi Universitas Syiah Kuala [http://unsyiah.ac.id/profil/sejarah]).
Lebih lanjut, sejarah Unsyiah juga dijabarkan pada bagian “Sejarah” pada laman web resmi Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Syiah Kuala (http://feb.unsyiah.ac.id/profil/sejarah), yaitu sebagai berikut: “Pada tahun 1957, awal Provinsi Aceh terbentuk, para pemimpin pemerintahan Aceh, antara lain oleh Gubernur Ali Hasjmy, Penguasa Perang Letnan Kolonel H. Syamaun Ghaharu dan Mayor T. Hamzah Bendahara serta didukung para penguasa, cendekiawan, ulama, dan para politisi lainnya telah sepakat untuk meletakkan dasar bagi pembangunan pendidikan daerah Aceh.
Tanggal 21 April 1958, Yayasan Dana Kesejahteraan Aceh (YDKA) dibentuk dengan tujuan mengadakan pembangunan dalam bidang rohani dan jasmani guna mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi masyarakat. YDKA pada awalnya dipimpin oleh Bupati M. Husen, Kepala Pemerintahan Umum pada Kantor Gubernur pada waktu itu, yang kemudian dipimpin oleh Gubernur Ali Hasjmy. YDKA menyusun program antara lain:
a. Mendirikan perkampungan pelajar/mahasiswa di ibukota provinsi dan setiap kota kabupaten dalam wilayah Nanggroe Aceh Darussalam.
b. Mengusahakan berdirinya satu Universitas untuk daerah Nanggroe Aceh Darussalam.
Selaras dengan ide tersebut, tanggal 29 Juni 1958, Penguasa Perang Daerah Istimewa Aceh membentuk Komisi Perencana Dan Pencipta Kota Pelajar/Mahasiswa. Komisi yang dipandang sebagai saudara kandung YDKA ini mempunyai tugas sebagai komisi pencipta, badan pemikir, dan inspirasi bagi YDKA, sehingga komisi ini dipandang sebagai modal utama pembangunan perkampungan pelajar/mahasiswa.
Komisi pencipta diketuai oleh Gubernur Ali Hasjmy dan Letkol T. Hamzah sebagai wakil ketua. Hasil karyanya yang pertama adalah menciptakan nama DARUSSALAM untuk kota pelajar/mahasiswa, dan SYIAH KUALA untuk Universitas yang didirikan. Seterusnya berbagai usaha dilakukan oleh YDKA bersama Komisi Pencipta untuk mewujudkan pembangunan Darussalam dan Universitas Syiah Kuala.
Tekad pemerintah dan rakyat Aceh untuk membangun kembali dunia pendidikan Aceh, telah terpatri dengan kokoh di dalam dada, sehingga setahun kemudian, pada tanggal 17 Agustus 1958 telah dilangsungkan upacara peletakan batu pertama kota pelajar/ mahasiswa (KOPELMA) Darussalam oleh Menteri Agama K.H. Mohd. Ilyas atas nama pemerintah pusat, seminggu kemudian diikuti dengan peletakan batu pertama pembangunan gedung di Darussalam yang dilakukan oleh Menteri PDK Prof. Dr. Priyono.
Setahun kemudian keinginan dan cita-cita rakyat Aceh untuk memiliki sebuah perguruan tinggi telah menjadi kenyataan. Kota Pelajar Mahasiswa Darussalam secara resmi dibuka Presiden Soekarno pada tanggal 2 September 1959, diiringi pembukaan selubung Tugu Darussalam dan peresmian pembukaan fakultas pertama dari Universitas Syiah Kuala, yaitu Fakultas Ekonomi. Tanggal 2 September ini selanjutnya ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Daerah Nanggroe Aceh Darussalam, yang diperingati setiap tahun oleh rakyat Aceh, hari yang mengandung makna kebangkitan kembali pendidikan di daerah ini.
Pada pembukaan dan peresmian Kopelma Darussalam, Presiden Soekarno menyatakan bahwa Darussalam sebagai pusat pendidikan daerah Aceh adalah lambang iklim damai dan suasana persatuan, hasil kerja sama antara rakyat dan para pemimpin Aceh, serta sebagai modal pembangunan dan kemajuan daerah Aceh khususnya, dan Indonesia umumnya.
Sejarah telah membuktikan bahwa tekad bulat telah mewujudkan cita-cita menjadi kenyataan, dan kenyataan ini telah diabadikan dalam guratan pada Tugu Darussalam melalui tulisan tangan seorang pemimpin negara.
Mulai saat itu, semua komponen rakyat Aceh ikut mencurahkan pikiran dan tenaga serta bekerja bahu membahu dalam membangun Darussalam sehingga berdirinya Universitas Syiah Kuala. Polisi, tentara, pegawai, anak sekolah, rakyat di sekitar perkampungan Darussalam, turut serta bergotong royong dengan penuh keikhlasan untuk mendirikan dan menyumbangkan tenaga bagi pembangunan Darussalam, yang dipandang sebagai “Jantung Hati Rakyat Aceh”.
Cikal bakal Unsyiah yang dimulai dari Fakultas Ekonomi yang tidak lain adalah bagian dari Universitas Sumatera Utara, dilanjutkan dengan pembentukan Fakultas Kedokteran Hewan dan Ilmu Peternakan pada tahun 1960. Unsyiah, sebagai sebuah universitas secara resmi baru dinyatakan pada tanggal 21 Juni 1961 melalui SK Menteri PTIP No. 11 Tahun 1961 dan pengesahannya melalui Keputusan Presiden No. 161 tanggal 24 April tahun 1962. Bersamaan dengan SK pembukaan Unsyiah, maka dibuka pula Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, dan Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat.
Pengembangan Unsyiah dilanjutkan dengan pendirian Fakultas Teknik, Fakultas Pertanian, Fakultas Kedokteran, Fakultas MIPA, dan FISIPOL. Selain sembilan Fakultas dengan jenjang Strata 1 tersebut, hingga saat ini Unsyiah telah memiliki program profesi untuk dokter dan dokter hewan, program diploma 3 (D-III) Fakultas Ekonomi, Fakultas Teknik, Fakultas MIPA, program diploma 2 (D-II PGSD) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, program S1 Ekstensi Fakultas Ekonomi, Fakultas Hukum, Fakultas Teknik dan Fakultas Pertanian, serta kelas paralel S1 FKIP.
Selain itu, Universitas Syiah Kuala juga telah membuka program Pasca Sarjana (PPs) Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan (IESP), Magister Manajemen (MM), Konservasi Sumber Daya Lahan (KSDL), Manajemen Pendidikan (MP), dan Magister Teknik (MT). Pada tahun ajaran 1998/1999, Universitas Syiah Kuala telah menerima mahasiswa baru untuk Program Doktor (S3) dalam bidang ilmu ekonomi”.

Menuju Aceh Berpendidikan Tinggi
Dalam sebuah artikel yang berjudul “Pendidikan Tinggi di Aceh: Cita-Cita dan Realita” yang ditulis oleh (Alm) Prof. Ali Hasjmy, mantan gubernur Aceh periode 1957-1964 pada majalah “Sinar Darussalam: Nomor Khusus Seminar Peranan Pendidikan Tinggi 1973-1974 menjabarkan secara detil mengenai cita-cita pembentukan Kopelma Darussalam: “Dengan terbentuknya Propinsi Aceh ke II, di mana Saudara Syamaun Gaharu diangkat menjadi Panglima Kodam I Iskandar Muda dan saya sendiri (A. Hasjmy) diangkat menjadi Gubernur/Kepala Daerah, terbukalah kesempatan dan kemungkinan untuk membuat cita-cita menjadi kenyataan; untuk melahirkan ke alam wujud satu hasrat yang telah lama bersemayam dalam kandungan zaman : “Hasrat Aceh Berpendidikan Tinggi”.
            Dalam rangkaian rencana usaha pemulihan keamanan, pembangunan pendidikan, termasuk pendidikan tinggi, ditempatkan pada garis terdepan sekali. Dua orang tokoh yang pernah hidup dalam tiga zaman, Syamaun Gaharu dan A. Hasjmy, yang selama zaman pendudukan militer Belanda telah bergelimang dalam dunia pendidikan, memprakarsai dan mempelopori pembangunan Kampus Darussalam, dalam kampus mana kemudian dibina dua buah lembaga Pendidikan Tinggi: Universitas Syiah Kuala dan Institut Agama Islam Negeri Jami’ah Ar Raniry.
            Cita-cita dan hasrat yang mendorong pembangunan Kampus Darussalam, terjelma dalam piagam pembangunannya yang juga memuat cita-cita dan tujuan Darussalam:
“Darussalam bertujuan membina Manusia Pancasila yang berjiwa besar, berpengetahuan luas dan berbudi luhur; Manusia Idealis yang melandaskan cita-cita dan amal baktinya atas ilmu pengetahuan dan akhlak mulia.
Pembangunan Darussalam didasarkan atas kekuatan rakyat dan ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Penamaannya dengan “Darussalam”, yang berarti masyarakat aman damai dan adil makmur, erat sekali hubungannya dengan cita-cita yang mendahului pembangunannya.

Presiden Soekarno Meresmikan Unsyiah
            Mantan Gubernur Aceh periode 1993 – 2000 yang juga pernah menjabat sebagai Rektor Unsyiah, Prof. Dr. H. Syamsuddin Mahmud, M.Si. dalam buku biografinya yang berjudul “Biografi Seorang Guru di Aceh” menuturkan mengenai Presiden RI saat itu, Ir. Soekarno, yang meresmikan Unsyiah: “Presiden Soekarno datang lagi di Aceh pada 2 September 1959 (68 hari setelah perdamaian RI-DI Aceh) dalam suasana kemerdekaan dan perdamaian. Konflik bersenjata sudah mereda. Rakyat Aceh telah jenuh dengan suasana konflik, sejak Peristiwa Combok - yang juga dikenal sebagai Revolusi Sosial, konflik bersenjata DI Aceh-TNI, sampai pada intrik-intrik dikotomis di Aceh. Sebaliknya, kini (saat itu) rakyat Aceh tengah bergelimang dalam tekad untuk menciptakan untuk menciptakan suasana damai sejahtera, suasana yang darussalam, dan bertekad bulat untuk maju ke depan dalam pagelaran pentas dunia, dimulai dari membuka cakrawala pendidikan. Justru yang ada di dada rakyat Aceh adalah semangat kerukunan. Maka dibangunlah Kopelma Darussalam.
            Kehadiran rombongan Presiden Soekarno kali ini justru untuk meresmikan Kopelma Darussalam dan membuka Fakultas Ekonomi dengan acara simbolik membuka selubung Tugu Darussalam. Pelepasan selubung tugu itu melambangkan dibukanya kembali langkah kejayaan Aceh seperti masa lalu pada zaman Kerajaan Islam Aceh Darussalam di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam. Tentu saja tidak dalam konteks Aceh sentris, melainkan aktualisasinya pada masa kekinian yakni untuk keseluruhan bangsa Indonesia.
            Maka sebagai simbol kehendak damai yang darussalam, adalah Bung Karno sendiri yang datang (lagi) ke Aceh guna meresmikan Kopelma Darussalam dan membuka Universitas Syiah Kuala dengan menuliskan prasasti di batu besar yang berbunyi: “Tekad bulat melahirkan perbuatan nyata Darussalam menuju kepada pelaksanaan cita-cita”. Demikianlah pusat pendidikan umum di Aceh akhirnya terwujud. Setelah Fakultas Ekonomi maka fakultas-fakultas lain pun menyusul. Di antaranya Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan yang diresmikan pada tanggal 17 Oktober 1960. Setahun kemudian persisnya pada tanggal 2 September 1961 dua fakultas menyusul lagi yakni Fakultas Hukum dan Pengetahuan Masyarakat, serta Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
            Betapapun kegiatan kampus telah dimulai sejak dibukanya perguruan tinggi itu pada 2 September 1959 namun Surat Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan Republik Indonesia bernomor 11/1961 tertanggal 21 Juni 1961 merupakan pengesahan (pengakuan) legal lembaga pendidikan tinggi itu, sehingga Presiden Soekarno datang untuk yang ke sekian kalinya ke Banda Aceh guna meresmikan Universitas Syiah Kuala di Daerah Modal. Tercatat pada tanggal 27 April 1962 rombongan Presiden Republik Indonesia itu menginjakkan kaki mereka di Lapangan Terbang Blang Bintang.
            Di Kopelma Darussalam juga dibangun Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jami’ah Ar-Raniry berdasarkan SK Menteri Agama RI No. 89/1963 tanggal 20 September 1963. Kampus yang lokasinya berdampingan dengan Unsyiah ini juga merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sejarah Kopelma Darussalam dan sekarang telah dinaikkan statusnya menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry.”

Renungan Perjuangan dan Cita-Cita Angkatan Darussalam
            Ketika proses pencarian data dan sumber fakta artikel ini, penulis secara kebetulan membaca sebuah pidato berjudul “Angkatan Darussalam” yang dibacakan oleh (Alm) Prof. A. Hasjmy yang diucapkan di kaki tugu Darussalam pada malam renungan suci dalam rangka ulang tahun ke XV Universitas Syiah Kuala pada tanggal 2 September 1978 dan dimuat di majalah Sinar Darussalam: Nomor Khusus Seminar Peranan Pendidikan Tinggi 1973-1974”, lalu kami merasa tertarik pada isinya yang cukup menyentuh, sehingga kami merasa perlu untuk menambahkan beberapa potongan bagian penting untuk melengkapi dan menambahkan suasana pembaca saat menikmati artikel ini, sehingga suasana sejarah dan perjuangannya semakin kental dan menarik.

Di sini, di tempat ini,
Di bawah keagungan tugu Darussalam,
Belasan tahun yang telah lampau,
Seangkatan Ansarullah telah memadu janji,
Sepasukan Angkatan Muda telah mengucap ikrar,
Akan berjuang maju ke depan,
Menembus kegelapan,
Meninggalkan Darulharb,
Menuju Darussalam,
Hasrat dua juta jiwa
Yang tak tahan lagi derita.......
...
Dari sini, dari tempat ini,
Dari jantung hati Serambi Mekkah,
Melalui pucuk tugu yang agung ini,
Cita perdamaian dikumandangkan,
Lagu Darussalam disenandungkan,
Membahana bersama angin senja,
Menerjang bersama gelombang lautan,
Menyayup kudus memasuki relung-relung hati,
Melintasi kota dan desa,
Merayapi lembah-lembah rendah,
Menelusuri daratan-daratan tinggi,
Memasuki segala dada,
Melunakkan hati yang murka,
Menjinakkan kuda-kuda liar,
Mengekang binatang jalang,
Menyemai bibit-bibit damai.......
...
Kini, di tempat ini,
Di kampus Darussalam, lambang kerukunan,
Di Lembah Krueng Aceh yang penuh sejarah,
Putera-putera pilihan sedang berjuang,
Membina hari depan yang gemilang,
Membuat sejarah masa datang,
Mata rantai sejarah masa lalu,
Membangun tamadun di Bumi Iskandar Muda,
Pusaka untuk angkatan yang akan tiba,
Mencetak pemuda-pemudi pejuang,
Yang berjiwa besar,
Berpengetahuan luas,
Berbudi luhur,
Penerus cita-cita.......
Lihat di sana,
Di bawah lindungan tugu Darussalam,
Di bawah kedamaian nyiur melambai,
Angkatan Darussalam tekun belajar,
Cita-cita mereka membubung awan,
Uratnya menghunjam di bumi,
Pucuknya menjangkau langit tinggi,
Membujur lalu, melintang patah,
Derap kaki mereka teratur pasti.......

Pesan Berharga dari Sejarah Kampus Darussalam

Presiden Republik Indonesia
P E R N Y A T A A N
     Dengan rasa terima kasih ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa saya menyatakan, bahwa pada tanggal 28 Safar 1379 (2 September 1959) telah dibuka dengan resmi di Banda Aceh:
Kota Pelajar/Mahasiswa
D A R U S S A L A M
Pusat Pendidikan di Daerah Aceh

     Sebagai lambang iklim damai dan suasana persatuan dan kesatuan, sebagai hasil kerja sama antara rakyat dan para Pemimpin Aceh, sebagai modal pembangunan dan kemajuan bagi Daerah Aceh khususnya dan seluruh Indonesia umumnya.
     Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Kuasa memberkahi Kota Pelajar/Mahasiswa Darussalam ini, agar tercapai cita-cita putra Aceh untuk membawa masyarakat Aceh kepada kemajuan dan menyiapkan putra Aceh menjadi pendukung dan pencipta kejayaan Negara Republik Indonesia.
Presiden Republik Indonesia
d.t.o.
Soekarno
Agaknya pernyataan dari Bung Karno ini sudah sangat memadai untuk menjelaskan apa yang sebenarnya menjadi ekspektasi dan harapan rakyat Aceh dan Indonesia pada umumnya ketika diresmikannya Darussalam (termasuk Unsyiah di dalamnya). Adanya harapan besar kepada seluruh putra-putri daerah Aceh untuk mengenyam pendidikan tinggi sehingga diharapkan mampu membawa Aceh dan Indonesia lebih baik ke depannya. Selain itu, muncul pula semangat agar pendidikan secara umum (bukan hanya pendidikan tinggi seperti universitas) harus mampu mencerdaskan putra-putri penerus harapan bangsa, sehingga menjadikan mereka generasi gemilang yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara.
Kita juga tidak dapat melupakan fakta bahwa Universitas Syiah Kuala juga diresmikan setelah terjadinya perdamaian antara pihak pemerintah Republik Indonesia dengan para pemberontak yang tergabung dalam DI/TII wilayah Aceh di bawah pimpinan Tgk. Daud Beureueh. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat Aceh sangat menyadari bahwa pendidikan adalah dasar terpenting dalam membangun satu daerah yang maju, aman, dan bermartabat.
Selain diampuninya Tgk. Daud Beureueh, adanya ide untuk membangun Universitas Syiah Kuala oleh para sesepuh dan sikap kooperatif pemerintah pusat untuk membantu, bahkan Presiden Soekarno pun sampai menyempatkan diri untuk meresmikan langsung Unsyiah, membuktikan sikap nasionalisme yang sangat kuat dalam diri masyarakat Aceh untuk mengabdi kepada bangsa Indonesia. Diharapkan sikap inilah yang harus dipertahankan di zaman sekarang.
Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Prof. Dr. Syamsudin Mahmud dalam biografinya: “Dibangunnya pusat pendidikan di Aceh itu merupakan perwujudan dari semangat dan tekad untuk menciptakan iklim yang damai, aman sejahtera, yang ‘darussalam’ (negeri yang sejahtera, aman dan damai) di Bumi Iskandar Muda. Hal itu merupakan implementasi dari ‘islah akbar’ pihak-pihak yang tadinya berseberangan pendapat, yakni antara rakyat Aceh dan pemerintah pusat, antara Darul Islam Aceh yang dipimpin Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan Pemerintah RI.”
Sejarah telah membuktikan bagaimana perjuangan rakyat Aceh dalam mendirikan kampus Darussalam sebagai wahana untuk generasi selanjutnya menimba ilmu, mencari pengalaman, membangun jaringan, demi meniti tangga menuju masa depan yang cerah. Sejarah juga telah membuktikan, bagaimana negeri yang sebelumnya didera peperangan, mampu bangkit kembali dengan sikap kooperatif dan saling percaya antara pihak terkait, sehingga memunculkan rasa aman dan tenteram bagi rakyatnya. Sejarah juga berhasil membuktikan bahwa pendidikan mampu menjadi awal yang tepat untuk membangun satu negeri yang darussalam.
Maka dari itu, semangat mencerdaskan generasi penerus inilah yang seharusnya menjadi dasar pijakan setiap civitas akademika Unsyiah, baik mahasiswa, para staf pengajar, bahkan staf administrasi sampai para petugas yang menjaga keamanan dan kebersihan kampus dalam memaknai Darussalam itu sendiri. Marilah kita kembali merenungi apa yang telah menjadi sebuah peninggalan berharga, yaitu sejarah Darussalam. Marilah kita membuka dan memahami kembali lembaran sejarah kejayaan Aceh di masa Iskandar Muda. Marilah kita merefleksikan diri sendiri, dan memaknai apa yang seharusnya mampu dipelajari dan diambil hikmah dari perjuangan pendirian Darussalam. Marilah kita memaknai sejarah sebagai semangat baru untuk terus maju, terus berjuang, terus berusaha, demi masa depan Aceh, agama, bangsa Indonesia, dan nama baik almamater kita, Universitas Syiah Kuala.

Disini di tanah Aceh
Berkumandanglah cinta...
Untuk bangsa Indonesia,
Untuk umat manusia
Dibawah lindungan Tuhan yang Esa
Dilimpahkan taufik hidayahnya
Disini, tempat tercinta...
Universitas Syiah Kuala...


DAFTAR PUSTAKA
Mahmud, Syamsuddin. 2004. Biografi Seorang Guru di Aceh: Kisah Syamsuddin Mahmud kepada Sugiono MP. Syiah Kuala University Press. Banda Aceh.
_____. 1981. Sejarah Pendidikan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Aceh. Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Daerah Pusat Penelitian Sejarah Budaya Depdikbud RI. Jakarta.
_____. 1974. Majalah Sinar Darussalam: Nomor Khusus Seminar Peranan Pendidikan Tinggi 1973-1974. YPD Unsyiah. Banda Aceh.
http://aceh.tribunnews.com/2014/06/30/siapakah-syiah-kuala-itu
http://feb.unsyiah.ac.id/profil/sejarah

http://unsyiah.ac.id/profil/sejarah
















Komentar

Postingan populer dari blog ini

STEP Youth Regional Affairs Dialogue 2019 #throwback

MASTER'S STUDY PREPARATION KIT!